Friday, October 9, 2009

Futur..oh futur

Meski ku rapuh dalam langkah

Kadang tak setia kepada-Mu

Namun cinta dalam jiwa hanyalah pada-Mu

Maafkanlah bila hati tak sempurna mencintai-Mu

Dalam dada kuharap hanya diriMu yang bertahta..

_OPICK-Rapuh_
Futur.. futur.. lagi-lagi masalah futur. Berulang kali ana menerima cerita-cerita sahabat ana yang mengalami kefuturan. Ana juga sering mengalami futur. Ya iman tu akan mengalami pasang-surut. kalo ia pasang boleh tinggi macam gelombang tsunami, tapi kalo surut jadi kering kerontang. Yang berlebihan beribadat selalu bagus, ati-ati kalo over dos. Terlalu hot beribadah malah jadi “hambar”, contohnya kalo kita target diri bila tiap kali abis sholat fardu, tilawah 30 juz, jadi dalam sehari leh khatam qur’an 5 x (wow.. mantap). Terlalu berlebih lebihan ibadah juga tak elok jadi kita harus ada konsep tawadzun (seimbang).


Tidak salah kalo futur , ia fitrah karena leh dikatakan setiap orang akan merasakannya. Menjaga keseimbangan memang susah. Kalo rase kita dalam kefuturan cepat2 mendeteks virus futur dan cepat2lah di scan anti-virus dan kadang2 kita perlukan teman untuk memberi spirit. Hmm.. seperti ana yang selalu punya ramai akhwatfillah. apabila rasa futur beri tahu saje pada akhwat2 “anti ana sedang rapuh dan futur”. Selepas itu selalunya ana dapat banyak terapi “ bakaran-semangat” tersendiri he..he3

Bagi tahu sajalah, pengakuan2 benar pada sahabat .
“ aku belum sholat lagi, ngaji rasa malas sje, baca buku pun dah tak suka lagi bla..bla.. “.Ada cerita juga: “ aku jarang liqo’ lg, sholatnya non-on time, jarang pernah tilawah lagi, apalagi qiyamul lail”.

SEDIHNYA ana seringkali terkejut mendengarkan curahan teman tentang futur mereka. Ada juga yang tidak cerita, namun lambat laun terlihat dari keseharian yang jauuuhhhh dari biasanya; tudung yang lebar diringkas jadi tudung pendek atau jarang, kain, jubah labuh bertukar jadi jeans ketat . sakit melihatnya, terkadang mereka aku cubit kecil pinggangnya sambil kata“ .. seksi sekali,” dengan nada yang tidak sinis . Mm,, maksudnya nak bagi kesedaran, tapi mereka malah ketawa-ketawa saje. Ana tak pernah berani untuk “menghakimi” secara terang-terangan. Kata Murobbi ana, ingatkan secara lemah lembut, selebihnya doakan agar mereka mendapat HIDAYAH ALLAH

Takut juga melihat perubahan yang seperti itu. Sungguh, terkadang sempat membayangkan jika futur parah itu terjadi padaku . Untuk mengatasinya, kita perlukan support system dari luar dan dalam. Hati kita perlukan asuhan setiap hari dengan pelbagai variasi contohnya buat mutaba’ah,mendengarkan tausiah, baca buku islami, ikut tarbiyah dan sebagainya, sehingga apabila ketika kita dihadapkan dengan kondisi masyarakat sekarang, maka filter yang sudah mantap menancap di dalam jiwa akan menapis bentuk-bentuk negatif pergaulan itu sendiri. Seperti yang dikatakan teman halaqah-ana sms: Orang yang jiwa dan nyawanya dalam lindungan cahaya Rahmat Allah. Futur-futur perusak tidak akan memiliki kesempatan untuk merusak jiwanya. Ya Allah, titipkan jiwa dan nyawaku pada-Mu…

Ibnu Taimiyah berkata,” Mereka istiqomah dalam mencintai-Nya dan beribadah kepada-Nya. Mereka tidak menoleh dari-Nya, baik ke kiri atau kekanan.” (Tahdzibu Madaridji As-Salikin,hal 332,penerbit Wizaratu Al Adl,Emirat).
Istiqomah lah yang menjadi dasar kita untuk tetap kembali lagi ke jalan-Nya sesaat setelah futur. Cinta itu sumber istiqomah, maka beribadahlah karena cinta bukan karena merasa sebagai kewajiban apalagi beban hidup.

Ana juga pernah merasa malas tilawah, malas qiam, bahkan terkadang rase sholat 5 waktu beratttt(Cuma tetep diusahain on time yah.. malasnya jangan dimanja). Berusahalah melawan rasa malas. Lawanlah sekuat tenaga. MUJAHADAH!..Melawannya dengan apa?? Ya dengan cinta. Jika kita mencintai-Nya, futur itu boleh normal kembali, yang penting kene pandai mengolah dan mengendalikannya, Insya Allah cepet pulih, tapi kalo di biarkan… wah, wallahua’lam. Istiqomah itu sulit tapi harus terus diupayakan.. ingatlah: jika sebuah batang bambu dipisahkan dari rumpunnya dan dijadikan seruling. Saat ditiup lengkingannya menyayat, merindukan rumpunnya. Begitu juga jiwa yang jauh dari Pencipta-nya (Jalaludin Rumi)